Jakarta, IK – Pembekuan sementara cabang olahraga tenis meja secara sepihak oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI) masih meninggalkan rasa pilu amat mendalam bagi seorang Oegroseno. Sebagai Ketua Umum PP PTMSI, purnawirawan bintang tiga Polri itu mempertanyakan alasan KOI membekukan cabor tenis meja.
Pasalnya, pembekuan sementara itu dipastikan akan berdampak pada psikologis atlet. Para atlet tenis meja Indonesia tidak bisa bertanding di mana-mana termasuk di PON ke-21 Aceh-Sumut 2024 nanti.
Lebih menyedihkan lagi, lanjut Oegroseno, pembekuan cabor tenis meja Indonesia itu dilakukan jelang Asian Games ke-19, 24 September hingga 7 Oktober 2023 Hangzhou China.
Harapan para atlet nasional tenis meja dan orang tuanya hancur lebur karena keputusan tak punya hati nurani Komite Eksekutif (KE) KOI yang dipimpin Sekjen dan Ketua Umum berdasarkan pasal karet AD/ART KOI.
Raja Sapta Oktohari (RSO) merasa hebat dan bangga bisa menghancurkan impian atlet tenis meja nasional bertanding di Asian Games Hangzhou China. Sejak dipimpin Rita Subowo hingga Erick Thohir.
KOI menurut Oegroseno, tidak pernah melakukan tindakan ugal-ugalan. Kalau alasan pembekuan itu karena saya sering melontarkan kritik pedas kepada KOI, kan ini negara demokrasi.
”Selagi kritikan itu demi kemajuan olahraga Indonesia, kenapa KOI harus alergi seperti cacing kepanasan,” kata mantan Wakapolri di Jakarta, Jumat (22/9/2023). Oegroseno menyebut, selain tidak ada lagi demokrasi, keadilan juga sudah tidak ada lagi di olahraga Indonesia.
Keadilan di olahraga Indonesia, kata Oegroseno, hanya milik mereka yang merasa dekat dengan kekuasaan. Coba tunjukkan ke saya pasal apa yang menyatakan kritik itu melanggar nilai-nilai olympism? Ada Ketum cabor tersangkut bandar narkoba level dunia, cabornya tidak dibekukan oleh KOI, Sekjen KONI Hamidi, ditangkap KPK, tidak dibekukan organisasinya oleh KOI, begitu juga halnya dengan Menpora Imam Nahrowi, yang ditangkap KPK, tidak melanggar nilai-nilai olympism.
‘’Di mana keadilan di olahraga Indonesia?,” tanya Oegroseno. Mantan Kapolda Sumut dan Sulteng itu mengaku apa yang menjadi jeritan hatinya ini tidak akan mendapatkan reaksi positif dari KOI karena para petingginya sudah dirasuki arogansi kekuasaan.
Kendatipun yang dihadapi arogansi kekuasaan, Oegroseno, tidak akan pernah berhenti menyuarakan kebenaran. Apalagi khusus tenis meja, Raja Sapta Oktohari (RSO) boleh “bunuh” Oegroseno tetapi tidak untuk tenis meja Indonesia. (Rel)