INTAIKASUS.COM – Setya Novanto akan kembali menjalani sidang kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 4 Januari besok.
Agendanya, majelis hakim akan membaca putusan sela menerima atau menolak eksepsi alias keberatan terdakwa.
Setelah Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Setya Novanto melakukan korupsi proyek e-KTP sehingga merugikan negara Rp2,3 triliun di sidang perdana pada 13 Desember 2017, terdakwa pun bereaksi.
Mantan Ketua DPR RI itu mengajukan keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa KPK. Pekan selanjutnya, jaksa pun menanggapi. Mereka tetap pada dakwaan dan meminta majelis hakim menolak eksepsi Setya Novanto.
Semuanya kini ada di tangan majelis hakim dipimpin Yanto yang akan memutuskan sela besok, apakah menerima atau menolak eksepsi Setya Novanto.
KPK sendiri optimis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akan menolak eksepsi Setya Novanto. Tapi, kuasa hukum Novanto, Ismail Maqdir yakin hakim akan menerima keberatan kliennya.
" Kami percaya indepedensi hakim artinya KPK akan fokus persidangan dan persidangan lanjut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (3/1/2018).
Menurutnya KPK sudah menjawab semua keberatan diajukan Setya Novanto di sidang eksepsi. Namun, terkait materi pokok dari keterlibatan terdakwa yang dipermasalahkan kuasa hukum Setya Novanto, kata Febri, akan dibuktikan dalam sidang lanjutan.
" Kalau menyangkut subtansi nanti bisa dibuktikan dan KPK siap sidang berikutnya. Nanti bisa saksikan sidang selanjutnya, KPK sudah siapkan bukti-bukti pertemuan dan pembicaraan proyek E-KTP, termasuk dugaan aliran dana," papar Febri.
Dia berharap Setya Novanto buka-bukaan di sidang. "Mau membuka peran pihak lain akan jadi ditunggu," tutur Febri.
Sementara kuasa hukum Setya Novanto, Maqir Ismail berharap hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akan mengabulkan nota eksepsi kliennya, karena menurut dia, dakwaan KPK janggal.
" Tentu kita berharap eksepsi diterima. Ini penting untuk menegakkan hukum acara pidana secara baik dan benar," kata Maqdir.
" Seharusnya hakim berani untuk memutuskan menerima eksepsi kami, karena KPK sudah melakukan kesalahan yang sangat subsatansial.
Dengan begitu kebenaran praktik hukum tidak menjadi milik KPK," sambungnya.
Setya Novanto selaku mantan Ketua fraksi Golkar diduga mempunyai pengaruh penting untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang dibahas dan digodok di Komisi II DPR RI pada tahun anggaran 2011-2012.
Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Net)