Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak
INTAIKASUS.COM – Untuk ketiga kali dalam kurun waktu enam bulan, majelis hakim PN Siantar memvonis bebas para predator kejahatan dan pelaku kejahatan terhadap anak.
Dua kasus kejahatan seksual dinyatakan bebas dari segala tuduhan, walaupun para penyidik dan jaksa penuntut umum bekerja ketas serta berkeyakinan secara hukum, bahwa dua tersangka yang diajukan ke PN Siantar pantas mendapat hukuman maksimal sesuai dengan ketentuan UU Perlindungan Anak.
Kemudian, satu lagi kasus perampasan hak hidup anak balita secara paksa terhadap MJS (3,5) secara sadis.
" Patut menjadi pertanyaan kita semua ada apa dengan putusan bebas atas kasus kejahatan dan penganiayaan anak ini. Putusan bebas PN Siantar terhadap tiga kasus kejahatan terhadap anak telah merampas kemerdekaan dan harkat marbat anak," kata Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, dihubungi Jumat (15/12) telepon seluler.
Diketahui, MJS merupakan anak tunggal dari pasangan Sinaga dan ibu Maria boru Simanjuntak, warga Jalan Dalil Tani, Gang Rebung, Kelurahan Tomuan, Kecamatan Siantar Timur, Kota Siantar, tewas di tangan MTS (52), sahabat dari pengasuh MJS.
Hasil penyidikan Polres Siantar dipimpin Aiptu Marlon Siagian menemukan fakta bahwa tersangka memukul korban dengan sekuat tenaga di bagian samping korban. Lalu dipukul di bagian belakang hingga korban terbentur di tiang broti kamar.
Setelah korban terjatuh, MTS bukannya berhenti menyiksa korban, namun kembali mengulang perbuatannya dengan cara menginjak bagian punggung korban hingga patah. Setelah diinjak, MTS dengan tenangnya meninggalkan korban MJS di rumah. Dia mengunci pintu rumah korban. Kemudian menyerahkan kunci kepada ibu pengasuh MJS, sebelum meninggalkan rumah korban pada Senin, 23 Maret 2017 malam.
Fakta ini dikuatkan dengan hasil rekonstruksi yang dilakukan penyidik dengan MTS dan dikuatkan pula dengan hasil visum yang dikeluarkan rumah sakit yang menyatakan bahwa MJS meninggal dunia akibat benturan benda tumpul di bagian kepala.
Peristiwa ini berawal ketika MTS pada Senin (23/3) bertandang ke rumah ibu pengasuh, lalu bertemu dengan MJS dan mengajak korban bercanda. Namun ditolak oleh MJS, karena korban seringkali merasa mendapat cubitan ketika korban bercanda dengan MTS. Atas penolakan itu, membuat MTS tersinggung dan marah. Dia kemudian menampar, menendang serta menginjak korban secara membabi buta hingga korban tewas.
Atas perbuatannya, MTS dituntut oleh JPU Ana Lusiana dengan Pasal 80 Ayat (3) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.
Namun hakim PN Siantar, Fitra Dewi yang memeriksa perkara penganiayaan dan pembunuhan MJS, justru memvonis bebas MTS dari segala tuduhan.
Atas putusan bebas ini, kata Arist, Komnas Perlindungan Anak menyatakan, demi keadilan bagi korban dan keluarganya serta sebagai upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran hak anak, mendukung penuh upaya JPU segera melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Arist yang juga putra Siantar ini, menyampaikan, jika putusan kasasi MA menguatkan putusan PN Siantar, Komnas Perlindungan Anak akan mendesak penyidik Polres Siantar untuk menemukan pelaku penganiayaan dan pembunuhan MJS.
" Demi penegakan dan pemenuhan perlindungan anak di Siantar, Komnas Anak segera bertulis surat untuk melaporkan dan mendesak Ketua MA untuk melakukan evaluasi terhadap hakim-hakim PN Siantar selaku pekerja hukum yang seringkali melakukan putusan bebas terhadap para penjahat dan predator anak dan yang tidak sensitif dengan hak-hak anak dan putusannya," katanya.
Putusan bebas atas perkara-perkara kejahatan terhadap anak dengan alasan tidak ada saksi yang melihat, seringkali menjadi alasan utama para hakim di PN Siantar memutus bebas, membuat gerakan pemenuhan dan perlindungan anak di Siantar dan Simalungun menjadi terhambat.
" Ini menunjukkan bahwa Siantar Simalungun terbukti wilayah darurat kekejahatan terhadap anak dan tak layak bagi anak. Parameternya adalah putusan hukum bebas terhadap pelaku kejahatan terhadap anak yang tidak sensitif pada anak dan tidak berkeadilan, salah satu bukti bahwa Siantar Simalungun, sekali lagi tidak bersahabat untuk anak," tandas Arist. (Rel)