INTAIKASUS.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melarang sekolah negeri melakukan sejumlah pungutan. Apalagi hal tersebut memberatkan orang tua siswa.
Konsekuensi itu tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2011 Tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.
Sekolah milik pemerintah maupun pemerintah daerah sebagai pelaksana program wajib belajar dilarang memungut biaya investasi dan biaya operasional dari peserta didik, orangtua atau walinya.
Namun kenyataannya berbanding terbalik. Seperti halnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 065011 yang terletak di Jalan Bunga Raya, Gang Inpres, Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang, Medan, diduga memberlakukan sejumlah pengutipan uang, modusnya dengan berbagai alasan.
Menurut pengakuan nara sumber, salah seorang orang tua wali murid yang tidak bersedia namanya ditulis menyebutkan, sejumlah uang kutipan yang mengikat diberlakukan di SDN 065011 ini, antara lain : Uang Les, Uang Pentas Seni dan Uang Infak yang dibayar setiap Jumat.
" Sejak anak saya masuk ke kelas 1 di SDN 065011 ini, beberapa oknum guru menawarkan Les terhadap anak saya, dengan anggaran biaya Rp.100 ribu/bulan", beber sumber kepada wartawan, Jumat (3/11/2017).
Karena memang ingin anaknya lekas pintar diapun menerima tawaran Les tersebut.
" Anak saya memang saya Les kan, kata gurunya supaya lekas pintar. Les tersebut dilaksanakan diruang perpustakaan SDN 065011, usai anak sekolah pulang. Karena memang anak saya duduk di kelas 1 A", ucap sumber.
Sumber juga menjelaskan beberapa orang tua wali murid ada juga yang tidak mampu membiayai Les anaknya dikarenakan keterbatasan biaya (warga kurang mampu).
" Memang banyak juga orang tua yang tak mampu mengeleskan anaknya, mereka mengaku hanya pekerja buruh cuci dan suaminya bekerja serabutan. Jadi anak mereka sama sekali tidak ikut Les, alasannya tak ada biaya", urai sumber.
Lebih jauh dikatakan sumber, selain bayaran uang Les, sekolah juga mengutip uang anggaran pentas seni sebesar Rp.50 ribu, dengan cara dicicil. Tidak hanya sampai disitu saja, sekolah juga memberlakukan pengutipan uang infak setiap hari jumat, namun tidak dipatokkan berapa besarnya, uang infak tersebut alasannya untuk membantu apabila ada yang sakit dan kemalangan, ungkap sumber.
Untuk memastikan hal itu, Kepala Sekolah (Kepsek) SDN 065011, Hj. Nurhamidah, yang dikonfirmasi wartawan di kantornya, Senin (6/11), menampik adanya kegiatan Les yang dilakukan sejumlah guru di sekolah.
" Memang ada Les, tapi cuma bayar Rp.100 ribu/bulan, itupun Les Pribadi guru, diluar sekolah dan tidak memakai ruang fasilitas sekolah", sebutnya mengelak.
Ketika ditanya setiap Les, menggunakan ruang perpustakaan. Kembali Kepala sekolah Nurhamidah membantah.
" Enggak ada itu, masak saya enggak tau, kalau memang ada pasti saya larang. Karena yang diLes kan hanya untuk kelas enam saja", katanya.
Namun ketika ditanya mengenai pengutipan uang pentas seni kepada orang tua wali murid dengan besaran Rp.50 ribu. Kepsek Nurhamidah kembali beralasan tidak mamaksa kutipan tersebut.
" Ya, memang kita mau mengadakan pentas seni, masalah anggaran pengutipannya langsung orang tua wali murid yang memegang dan mengutipnya melalui Paguyuban. Karena memang kegiatan pentas seni yang akan dilaksanakan sebagai upaya memajukan anak murid di bidang seni", ucapnya.
Kepala sekolah Hj. Nurhamidah juga menambahkan, dari enam ratusan Murid yang ada, tidak keseluruhan harus membayar uang anggaran pentas seni, tapi ada seratus murid yang dibebaskan dari pembayaran. Dan masalah pembayarannya juga dengan cara dicicil selama tiga bulan.
" Lain halnya juga dengan uang infak itu juga urusan paguyuban", ujar Kepala sekolah Nurhamidah, seraya menanyakan kepada wartawan siapa orang tua wali murid yang sudah membeberkan akan hal ini.
Menanggapi sejumlah kutipan yang diberlakukan di SDN 065011 Medan Selayang ini, pengamat pendidikan yang juga salah seorang dosen disalah satu universitas di Medan, DR Sopar Simatupang mengaku heran masih saja ada sekolah negeri yang berani mengutip-ngutip uang diluar aturan.
Berdasarkan ketentuan pasal 9 Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2012 menyatakan, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Dengan demikian, SDN atau SMPN tidak diperbolehkan untuk memungut biaya kepada siswa, dalam bentuk apapun.
" Sekolah tidak diperbolehkan menarik sumbangan, kecuali sumbangan tersebut bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya. Bagi satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah, walaupun namanya sumbangan/infak, jika sifatnya wajib, memaksa, mengikat bagi setiap siswa, ditentukan jumlah dan jangka waktunya dikategorikan sebagai “pungutan liar", yang jelas dilarang oleh peraturan perundang-undangan", tegas Sopar.
Lanjut Sopar, sementara konsekuensi tersebut jelas berdasarkan ketentuan pasal 9 Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2012 menyatakan, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan. Dengan demikian, SDN atau SMPN tidak diperbolehkan untuk memungut biaya kepada siswa, dalam bentuk apapun.
Dia juga menjelaskan, pemerintah sudah mengalokasikan uang untuk sekolah lewat Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan (BOP), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Ada juga dana alokasi khusus dari anggaran daerah (APBD).
Menurut ketentuan Petunjuk Teknis Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana dari pemerintah bisa dimanfaatkan untuk membiayai operasional sekolah seperti biaya buku sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan perpustakaan, uang formulir pendaftaran ulang, biaya praktikum, dan renovasi gedung, begitu juga biaya les dengan guru di sekolah.
" Jadi kita berharap pihak Dinas Pendidikan Kota Medan bila perlu bapak Walikota Medan menindak tegas sekolahan yang sudah berani-berani melakukan hal diluar ketentuan atau peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang sudah ditetapkan. Sama artinya sekolah tersebut mencoreng nama baik dunia pendidikan, Apalagi dalam hal ini yang bersekolah di sekolah Dasar Negeri mayoritas warga kurang mampu", ucap DR Sopar. (Red)