INTAIKASUS.COM - Persatuan Paguyuban Jawa Medan Utara (PPJMU) gelar Kesenian rakyat asal Jawa Timur di kawasan Jalan Marelan Raya Pasar 2 Timur Kecamatan Medan Marelan. Hiburan tradisional tersebut mengambil momentum Suroan, Sabtu (30/9/2017).
Ketua Panitia Pelaksana Hiburan Rakyat PPJMU, Agus Nasigit mengatakan, tarian ebeg merupakan gambaran tentang semangat optimisme rakyat. Stigma kuno yang dilekatkan pada tarian ebeg dapat diidentifikasi karena tiga hal.
" Pertama, sejak dicipta pada masa kekuasaan Mataram dan diwariskan hingga saat ini, tari ebeg tidak mengalami perubahan yang bermakna.
Kedua, nuansa magis yang dibangun dengan menghadirkan makhluk gaib saat wuru', mengesankan lekatnya animisme yang dianut masyarakat Jawa kuno, dan
ketiga, semangat memerangi penjajah sudah tidak relevan dengan semangat juang sekarang ini.
" Semula ebeg berkembang di Banyumas, Purbalingga, Cilacap dan Kebumen. Tapi, sekarang telah berkembang hingga keluar Jawa seperti Sumatera," ucapnya.
Di daerah lain, lanjutnya mengatakan, ebeg dikenal dengan nama kuda lumping atau jaran kepang. Ada juga menamai jathilan dan reog. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang dianyam dari bambu. Untuk warna adalah hitam dipadukan putih serta merah.
" Ebeg itu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda, dan diberi kerincingan," ungkap, Agus.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Ebeg Banyumas Gell Tirta Kencana Medan, Susianto menambahkan, jumlah penari ebeg bisa delapan orang atau lebih. Dua berperan sebagai penthul tembem memakai topeng, seorang bertugas selaku dalang. Seni ini muncul dari etnis Jawa ngapak di Banyumas.
" Kesenian ini difasilitasi alat kendang, saron, kenong, gong dan terompet. Pada umumnya, Ritme iramanya ada perbedaan dengan kuda lumping, "terang Susianto.
Pria kelahiran Banyumas ini mengaku membawa seni tradisional ebeg ini pada tahun 1980-an ke Sumut dengan membuka sanggar ebeg di Marelan, selain peralatan dan tari. Ada juga sesaji (ubarampe) yang mesti disediakan sebelum menggelar pertunjukan ebeg. Sesajinya bunga-bungaan, pisang raja, pisang mas, jajanan pasar. Untuk atraksi memakan ayam hidup sudah ditiadakan, digantikan buah-buahan," ucapnya.
Menurut dia, ebeg memang mirip kuda lumping namun mempunyai ciri khas berbeda. Walaupun pemainnya kesurupan seperti kuda lumping, akan tetapi perbedaannya penari ebeg lebih mengutamakan seni tari dengan kelenturan tubuh seirama.
" Dari segi alat, kalau kuda lumping tidak pakai terompet. Dan ebeg memakai terompet," ungkap, Susianto.
Bukan hanya warga Jawa saja yang menyaksikan hiburan rakyat ebeg. Suku-suku lain seperti Melayu, Batak dan etnis Tionghoa juga begitu antusias menonton kesenian ini.
Bahkan, Haris Kelana Damanik ST, tokoh pemuda berdarah Batak menjabat Ketua PAC Partai Gerindra Marelan, merasa terhibur oleh acara kesenian ebeg yang ditampilkan. (Red)